Takut Resign? Baca Ini Dulu Yuk, 5 Manfaat Resign Ala Lithaetr

36 komentar

Assalamualaikum Sahabat Lithaetr, mari masuki dunia parenting, inspirasi, dan hiburan (musik, film, buku, dan drama Korea).

Sebelumnya maafkan saya kalau judulnya membuat sahabat sakit hati. Mengapa saya membuat judul tersebut? Sebab saya pernah mengalaminya. Iya, saya juga dulu takut mau resign (mengundurkan diri) dari kerjaan. Secara saya mencintai pekerjaan tersebut. Rasanya berat untuk meninggalkan hal yang kita cintai, betul? Cuma saat itu memang saya harus benar-benar memilih mana yang terbaik bagi keluarga saya. Sekali lagi tulisan ini tidak berusaha menyudutkan siapa pun dan tak ingin menyakiti siapa pun juga. Tulisan ini semata-mata sharing (berbagi) pengalaman saya waktu mengalami itu dan bagaimana rasanya sekarang setelah saya resign. Jadi, ini memang murni pengalaman dari kondisi yang saya alami, kalau semisal dari sahabat ada atau pernah atau sedang mengalaminya, semoga tulisan ini bisa menjadi solusinya.

Memiliki keturunan merupakan sebuah anugerah sekaligus amanah bagi kedua orang tuanya. Rasanya sangat bahagia mendapatkan mendapat anugerah terindah tersebut. Rasa itulah yang menghinggapi perasaan saya ketika mendapatkan Alena. Sebagai ibu baru banyak sekali keinginan yang akan saya lakukan untuknya. Mulai dari menyetelkan ayat-ayat Alquran setiap hari, membacakan buku cerita, memasak untuknya, dan lain sebagainya. Indah sekali bayangannya. Namun apa yang terjadi? Simak terus kelanjutannya di sini.

Tapi ternyata semua tidak semudah rencana dan seindah bayangannya, apalagi waktu cuti kerja setelah melahirkan hampir habis. Pokoknya sebelum kembali bekerja, saya harus punya pendamping yang membantu mengasuh Alena. Saya dan suami sibuk mencari pengasuh bayi hingga tempat penitipan anak. Alhamdulillah di detik-detik terakhir, akhirnya kami mendapatkan seorang pengasuh bagi buah hati tercinta.
Gambar: dok pribadi

Saat itu, saya dan suami sepakat kalau harus pengasuh yang berpengalaman (rentang usianya di 35-an atau 40-an ke ataslah). Ternyata, untuk menyewa pengasuh berpengalaman tahun 2014 di Jakarta, sudah cukup merogoh kocek yang lumayan. Tapi, demi putri kecil tercinta tidak apa-apa, yang penting Alena punya pengasuh berpengalaman. Ternyata punya pengasuh berpengalaman tidak seindah harapan. Mungkin karena waktu itu saya dapat orang yang punya segudang masalah di kehidupan pribadinya, sehingga beliau sering sakit-sakitan. Terus dia juga mencuci segala perlengkapan bayi itu harus dengan produk terbaik khusus bayi. Akhirnya pengeluaran kami agak banyak biar pengasuh sembuh sekalian menggunakan produk terbaik bayi.

Masalah tak berhenti sampai di situ, tiba-tiba pengasuh itu minta berhenti mendadak, sebab telah terjadi sesuatu pada keluarga di kampung. Saya dan suami langsung kalang kabut, karena kami belum ada persiapan apa pun jika beliau berhenti. Kami berusaha melobi akhirnya beliau mau menunggu sampai lebaran. Jadi, setelah lebaran kami harus dapat pengasuh baru bagi Alena.

Gambar: instagram/lithaetr

Alhamdulillah, Allah mempermudah kami mendapatkan pengasuh bagi Alena. Kali ini, pengasuh Alena baru berusia 17 tahun. Sebenarnya, saya dan suami agak deg-degan sih, namun dengan bermodal Bismillah, kami serahkan penitipan Alena pada Allah dengan bantuan si pengasuh. Dalam perjalanannya, untuk pekerjaan rumah dia bagus, tapi di Alenanya kurang. Putri kecil saya jadi sering sakit-sakitan. Sebentar-sebentar batuk pilek, kalau enggak malah kena diare. Sampai-sampai Alena hampir dirawat di rumah sakit (RS), karena diare. Untungnya Allah masih menyayangi kami, sehingga Alena bisa pulih sebelum di rawat di RS.

Gambar: Dok Pribadi

Hadiah lain, hadir ke tengah keluarga kami. Hiro hadir menambah kebahagiaan keluarga kami. Namun, ada hal lain lagi yang harus kami pertimbangkan, siapakah yang akan merawat Hiro? Apakah harus menambah 1 pengasuh lagi? Akhirnya, solusi yang kami pilih adalah menyekolahkan Alena lebih awal. Iya, agar tidak menambah 1 pengasuh lagi, kami memilih Alena saja yang dititipkan di sekolah. Lalu, Hiro dengan pengasuh lama. Itu niat awal kami. Berjalannya waktu, kok ternyata menyekolahkan Alena lebih awal dan di sekolah itu tidak cocok, ya? Kemudian, pengasuh lama mulai berulah. Akhirnya, kami mulai mencari pengasuh pengganti.

Sekali lagi, Allah masih menyayangi keluarga kami. Seorang kenalan menyuruh adiknya membantu kami mengurus anak-anak. Betapa senangnya saya waktu itu. Akhirnya semua baik-baik saja pikir saya. Kami mengeluarkan pengasuh lama karena sudah membuat tak nyaman dan adik kenalan sudah bisa bekerja secepatnya. Semua baik-baik saja selama beberapa waktu ke depan. Tiba-tiba setelah lebaran (baru 2 bulan setelah lebaran), adik kenalan saya mengatakan kalau ingin sekolah lagi, jadi dia mau berhenti kerja.

Duar...! Suara petir langsung terdengar di kepala saya. Apa yang harus saya lakukan? Berdiskusi dengan suami tapi kok hati ini lelah kalau harus mencari-cari lagi pengasuh yang tepat. Akhirnya ide gila itu datang.

“Mas, bagaimana kalau litha resign saja?” tanya saya.

Suami terdiam sebentar, lalu menjawab, “Beri mas waktu untuk menjawab, ya.”

Akhirnya kami mencoba berdiskusi dengan adik kenalan itu untuk meminta tambahan waktu hingga akhir tahun 2016. Alhamdulillah dia mau, sambil saya pun berusaha memantapkan hati jika jawaban suami mengizinkan saya resign. Sebenarnya saya takut kalau harus resign. Banyak hal yang masih ingin saya raih dari pekerjaan itu. Namun sekali lagi ada prioritas utama yang harus didahulukan. Yap, akhirnya saya resign di tahun 2016 itu.

Setelah resign banyak yang bertanya pada saya, emang enggak kangen kerja lagi atau enggak kangen punya uang sendiri, dan lain sebagainya. Kalau boleh jujur, saya kangen syuting. Yups, saya kangen kerja di belakang kamera dan asyiknya keriwehan saat syuting. Tapi saya tidak suka atau kangen bekerja karena harus berangkat pagi pulang malam setiap hari. Sampai saat ini saya selalu salut dengan para working mom, yang tetap bisa konsisten mengurus sekaligus mendidik anak-anaknya. Sebab saya tidak bisa seperti itu. Saya harus memilih apakah terus bekerja atau resign saat itu. Jadi, saya memilih resign. Lalu apa manfaatnya setelah saya resign?

[1] Saya bertemu dan belajar dengan banyak orang hebat
Gambar: dok pribadi

Istilah di atas langit masih ada langit, benar-benar saya rasakan setelah resign. Dulu waktu bekerja saya seperti paling hebat sedunia, tapi begitu keluar ternyata masih banyak orang yang jauh lebih hebat dari saya. Jadi, manfaat pertama setelah saya resign adalah bisa bertemu dan belajar banyak dari orang hebat.

[2] Saya bisa mewujudkan mimpi saya yang lain
Gambar: instagram/lithaetr

Setelah resign saya malah bisa mewujudkan mimpi saya yang lain, yaitu jadi seorang penulis. Sebenarnya saya merasa sangat bodoh, mengapa tidak dimaksimalkan sedari awal blogger ini. Saya sudah punya blogger sejak tahun 2011, tapi saya sempat vakum menulis 3 tahun lamanya. Jikalau selama saya bekerja saya masih menulis blogger, maka akan luar biasa kan? Nah, makanya Allah memberika hadiah terindah ini setelah saya resign.

[3] Belajar pengasuhan yang baik dan benar dari awal
Gambar: website al-kawaakib

Iya, semenjak saya resign, Alhamdulillah saya mendapatkan pelajaran-pelajaran baru terkait pengasuhan. Semenjak menemukan sekolah yang tepat bagi buah hati tercinta, saya pun belajar tentang pengasuhan dari awal lagi. Di sekolah itulah saya akhirnya tahu bagaimana proses pengasuhan yang baik dan benar.

[4] Lebih mengenal anak-anak
Gambar: Dok Pribadi

Akhirnya saya paham, mengapa Alena lebih cenderung pemalu dan harus mengamati keadaan dahulu setiap melakukan kegiatan atau di tempat baru. Lain halnya Hiro yang cenderung lebih sok kenal sok dekat dengan orang baru dan terkesan lebih cepat akrab. Sekali lagi itu semua karena pola asuhan kami yang berbeda. Iya, anak terbentuk oleh pola asuhan orang tuanya. Semenjak saya resign waktu dengan anak-anak menjadi lebih banyak, jadi saya lebih bisa mengenal anak-anak dengan lebih baik.

[5] Jadi lebih bersyukur terhadap hal kecil dan menghargai profesi orang lain
Gambar: instgram/lithaetr

Setelah saya resign, akhirnya saya paham mengapa gaji untuk pengasuh itu mahal. Sebab mengurus anak-anak jauh lebih menguras tenaga dan pikiran. Makanya saya salut banget sama profesi pengasuh anak sekaligus asisten rumah tangga. Bisa jagain anak plus rumah bisa bersih dan rapi itu luar biasa. Saya semenjak resign sampai sekarang belum bisa sampai serapi pengasuh-pengasuh saya dulu dalam membersihkan rumah. Makanya manfaat kelima bagi saya setelah resign adalah lebih bisa bersyukur terhadap hal kecil dan menghargai setiap profesi orang lain.

Baca Juga:

Itulah 5 manfaat yang saya rasakan setelah resign. Kalau sahabat sedang galau atau dilema dalam memutuskan mau resign atau tidak, saran saya adalah yakin kalau Allah Swt. akan menggantinya dengan hal-hal yang lebih indah. Jadi, tidak usah takut untuk resign, jika ada prioritas yang harus diutamakan. Demikianlah curhatan saya hari ini. Ditunggu tanggapannya ya, sahabat. Terima kasih sudah berkenan menyimak.
lithaetr
Seorang IRT yang ingin berbagi sepenggal kenangan dan kisah berharganya, agar dapat menjadi pelajaran dan manfaat bagi sesama. Saat ini masih terus belajar menjadi penulis dan pemerhati anak. Jika ingin mengajak penulis bekerjasama silakan saja hubungi via email ke lithaetr@gmail.com atau ke WhatsApp http://wa.me/628161977335.

Related Posts

36 komentar

  1. ini problem saya mbak,saya sedang dilema antara resign dan tidak. jika tidak, putri saya tidak ada yang ngasuh. jika resign otomatis pendapatan berkurang hiks

    BalasHapus
    Balasan
    1. MasyaAllah saya pernah mengalaminya Bun. Coba didialogkan dengan yang Mahakuasa. Insyaallah akan dapat jalan keluar terbaik. Belum tentu apa yang kita inginkan lebih baik daripada kehendak Allah Subhanahu wata'ala. Semangat bermesraan dengan Sang MahaKuasa ya Bun ☺❤

      Hapus
  2. Memang untuk resign itu harus mempertimbangkan banyak hal ya mba... Qodarullah resign-nya mba litha membawa banyak berkah...:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah mba. Jika meninggalkan sesuatu yang lain demi kebaikan lebih besar, insyaallah dapat ganti luar biasa juga. Semoga mba Nisya selalu mendapatkan keberkahan Aamiin ☺

      Hapus
  3. Masalah sejuta mamak hahaha.
    Saya rasa hanya ada 1 di antara sejuta mamak yang resign karena alasan lain, umumnya pasti karena anak.
    Setinggi apapun, sehebat apapun kinerja wanita, saat sudah menjadi ibu, udah nggak bisa lagi berarya dengan bebas, setidaknya itu yang saya alami.

    Hal itu yang membuat saya berjanji bakal mendidik anak2 saya yang kebetulan lelaki keduanya, untuk jadi lelaki yang bertanggung jawab, jangan bergantung ke penghasilan istri.

    Jadi saat waktunya tiba, istri harus di rumah saja, keuangan tidak akan goyang :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aih semangat Bun. Semoga kelak kedua putra bunda Reyne bisa menjadi pemimpin yang salih dan amanah. Semoga kita juga bisa tetap berdikari dan mewujudkan mimpi walaupun hanya dari rumah ya Bun (n_n).

      Hapus
  4. Hidup itu memang penuh dengan pilihan ya Mba? Ini dilema banget. Tapi demi kebaikan maka hasilnya pun baik. Terima kasih sharingnya ya Mba. Sangat bermanfaat. Salam kenal.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dilema banget mba. Tapi semua pasti sudah ada jalan terbaik dari Allah yang disiapkan bagi kita di akhir perjalanan nanti. Semoga kita semua dapat meraih mimpi-mimpi kita ya mba. Terima kasih sudah berkenan mampir. Salam kenal kembali kakak (n_n)

      Hapus
  5. peluk mba lithaaaaa, apalagi aku ini ya, memutuskan untuk berhenti bekerja karena alasan udah terlalu lelah menjadi pekerja di sebuah manufacturing, bahkan menjadi omongan orang-orang yang masih muda tapi ga memanfaatkan masa mudanya untuk bekerja dan juga berumah tangga belum dikaruniai anak, kok malah ga kerja. Padahal yaa, ada mimpi lain yang lebih saya perjuangkan yg tidak harus bekerja di pabrik dengan waktu shifting seperti itu. Lah kok aku jadi curcol haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah kalau meninggalkan sesuatu demi kebaikan, akan mendapatkan ganti yang lebih besar mba. Capek kalau menanggapi penilaian manusia. Mengejar rida Illahi saja mba, hati akan tenang dan bahagia. Semoga disegerakan mendapatkan momongan ya mba (n_n)

      Hapus
  6. Alhamdulillah jadi full time mom sambil menggali potensi diri. Semangatt

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat.... Semoga bisa menjadi salah satu jalan saya ke surga aamiin

      Hapus
  7. Keputusan yang enggak mudah. Syukurlah akhirnya bisa bersama keluarga dan anak-anak. Meski ada hal yang hilang saat bekerja tapi kebersamaan dan waktu berharga bareng anak yang enggak akan terulang kembali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya betul mba. Kebersamaan bersama anak-anak tidak akan pernah terulang kembali

      Hapus
  8. Resign itu memang pilihan, dan harus mantap dengan keputusan yang telah diambil, meski pastinya akan ada rindu setelahnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba. Dalam hidup pasti ada pilihan. Salah satunya ya resign ini. Setuju mba semua resiko harus sudah mantap jika berani ambil sebuah keputusan

      Hapus
  9. aku pun mengalami yang namanya resign. alasan utamaku karena anak dan jujur jauh lebih lega rasanya bagi diriku sendiri karena aku tipe orang yang lebih suka bekerja tanpa batasan hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah ya Bun. Semoga pilihan ini menjadi jalan terbaik kita menuju surga-Nya, aamiin (n_n)

      Hapus
  10. AKu resign setelah di khianati boss ku sendiri hehehee sekarang malah lebih enjoy karena bisa dekat dengan anak2 sambil usaha kecil2an

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah semua pasti ada hikmah terbaik yang bisa dijadikan pembelajaran ya, Bun. Semoga bunda Irena selalu bahagia dan semakin sukses, aamiin.

      Hapus
  11. Pilihan resign diawal memang berat, tapi hasil yang dirasakan luar biasa. #kitapunyasedikitkesamaan Mbak.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Allah Maha Tau kapan waktu terbaik dalam mengijabah setiap doa. Semoga kita selalu diberikan keberkahan ya mba (n_n)

      Hapus
  12. Semangattt mbakkk.... Allah ganti dengan yng lain.
    saya pun dlu sempat merasakan itu saat Lubna usia 6 bulan. Akhirnya mantap jadi full mom.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Peluk bunda hastin. Terima kasih sudah selalu menjadi inspirasi dan penyemangat bagiku ya Bun (n_n)

      Hapus
  13. Iya, semua pilihan ada konsekuensinya. Tapi pasti ada hikmatnya, rejeki tetap mengalir

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin aamiin ya Rabbal'alamin. Semoga rezeki kita mengalir terus dan berkah selalu (n_n)

      Hapus
  14. Saya setuju semuanya mbak. Tapi resign juga butuh persiapan yang matang. Biar nggak post power syndrome

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju banget mba. Emang bahaya kalau mental belum siap. Tapi semua memang butuh proses penerimaan dan keihklasan. InsyaAllah selalu ada hikmah terbaik di setiap peristiwa.

      Hapus
  15. Aku belum berani resign mba, terlalu asyik dengan pekerjaan. Tapi, kadang ada keinginan juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Semangat Bunda Erin. Apa pun pilihannya yang penting bunda enjoy dan anak-anak bisa terkondisikan dengan baik. Saya malah salut dengan ibu bekerja tapi masih mampu dan maksimal dalam mendidik anak-anaknya.

      Hapus
  16. selalu salut dengan working mom, kalaupun berhenti ngantor alasannya gak jauh dari anak menurut saya itu bukan sesuatu yang salah atau pilihan buruk, karena kalau mereka dah dewasa pasti sibuk dengan kegiatan mereka dll,, hehe sok tahu ya saya
    thanks sharingnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mba apa pun pilihannya, mau bekerja atau di rumah, yang penting bundanya bahagia, maka anak-anak akan terkondisikan dengan baik. Jangan sampai kita tidak bekerja malah stres, kasian anak-anak bisa jadi tempat pelampiasan. Karena anak-anak memang amanah yang kita ambil untuk kita jaga, jadi dialah prioritas utama kita dalam pengambilan keputusannya (n_n). Semangat mba dan terima kasih sudah berkenan mampir

      Hapus
  17. Barakallahu mbak, dari dulu pengen seperti ini..eh mo merencanakan resign malah jadinya lanjut sekolah lagi. Inilah yang terbaik dari Allah SWT bagi kita ya mbak..selalu semangat mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Bunda. Apa pun yang sudah terjadi dengan diri kita saat ini pasti yang terbaik dari Allah. Jika memang bunda bisa bekerja dan mendidik anak-anak dengan baik, why not? Semoga kita selalu dimudahkan dalam mendidik anak-anak ya, mba (n_n)

      Hapus
  18. I feel you, Mbak :)
    Pernah merasakan dilema yang sama saat saya masih punya 1 anak dan ingin nambah anak lagi. Suami belum mapan pula saat itu. Tapi akhirnya... Bismillah, saya resign pada pertengahan 2014. Rezeki anak kedua hadir pada Agustus 2016. Ternyata, rezeki dari Allah tetap saja mengucur bahkan lebih besar walaupun "hanya" dari satu sumber alias suami saja. Allah Maha Kaya :)

    Sekarang, saya sangat menikmati hari-H ari bersama si kecil dan berusaha terus belajar menjadi penulis, blogger, dan pastinya ibu yang lebih baik. Hidup jadi semakin berwarna, mungkin seperti yang Mbak Litha rasakan :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setuju mbak, Allah Maha Kaya. Kalkulator Allah memang tak bisa dijangkau oleh pengetahuan manusia. Insya Allah Allah pasti menyiapkan skenario terindah buat kita ya, Mbak (n_n).

      Hapus

Posting Komentar